PRABUMULIH,vijaronline.com-Perkembangan teknologi dan informasi dalam kehidupan sehari-hari dapat dirasakan di berbagai aktivitas. Sehingga perlindungan data pribadi di dunia digital atau Media Sosial (Medsos) semakin penting karena penggunaan dokumen elektronik dan jaringan internet.
Dengan adanya penyalahgunaan data pribadi dapat disalahgunakan dan mengakibatkan kerugian bagi pemilik data tersebut. Penyalahgunaan, pencurian, penjualan data pribadi merupakan suatu pelanggaran hukum. Maka sanksi administratif, sanksi perdata maupun sanksi pidana belum cukup untuk mengakomodir tindak pidana penyalahgunaan data pribadi yang kenyatanya merupakan bentuk kejahatan.
Tidak sekedar sebagai sumber iniformasi, Medsos justru ditakutkan berpeluang menjadi biang bocornya informasi data pribadi seseorang. Melalui pengiriman dokumen pribadi melalui grup medsos yang terkadang tanpa disadari kembali disebarkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Perbuatan ini dikategorikan kejahatan dunia Maya atau disebut "Doxing".
Demikian disampaikan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Diskdukcapil) Kota Prabumulih Haryadi, ST. MM saat disambangi portal ini di ruang kerjanya, Selasa (18/01/2022).
Dikatakan, Doxing (atau doxxing) adalah perbuatan yang disengaja maupun tidak disengaja menyebarkan informasi pribadi orang lain. Kata (Doxing) diambil dari 'docs' atau dalam Bahasa Inggris berarti 'dokumen'.
"Ketentuan mengenai doxing di Indonesia salah satunya telah diatur dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronika (ITE) nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan UU No 11 tahun 2008" imbuhnya.
Begitu kata Haryadi, penyebaran informasi jika telah mendapatkan persetujuan oleh yang bersangkutan tidak termasuk dalam pelanggaran. Namun, jika hal tersebut dilakukan baik oleh individu maupun lembaga jika tanpa persetujuan orang yang bersangkutan sudah merupakan tindak pidana.
" Menyebarkan data pribadi orang lain itu sudah merupakan tindak pidana. Ada undang-undang yang mengaturnya, yakni UU No 24 tahun 2013 tentang administrasi kependudukan. Pasal 79 ayat 1 bahwa data perorangan wajib di simpan dan di lindungi oleh negara," terang Haryadi.
Lebih lanjut, pria yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Dinas (Sekdin) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Prabumulih ini juga mengingatkan agar masyarakat lebih berhati-hati dalam bermedia sosial sebab cukup banyak pasal dalam UU tersebut yang siap menjerat jika asal penyebar informasi maupun data pribadi seseorang tanpa persetujuan dalam media sosial.
Untuk menghindari kebocoran dan penyalahgunaan dokumen pribadi tersebut pihaknya kini mewajibkan setiap warga yang akan mencetak ulang dokumen kependudukan dengan alasan hilang, menyertakan surat kehilangan dari kepolisian.
"Meski berat, keputusan ini harus tetap dijalankan. Hal ini juga merupakan cara kami untuk melindungi kebocoran dokumen masyarakat. Terlebih nomor induk keluarga (NIK) saat menjadi dasar disetiap pelayanan. Tanpa NIK setiap warga akan sulit mendapatkan pelayanan, itu pasti" imbuhnya seraya menghimbau agar masyarakat tetap waspada dan jangan sesekali memberikan data pribadi ke orang tak dikenal karena di takutkan bisa saja disalahgunakan.
" Jika hilang cepat lapor ke pihak berwajib, jangan sampai di salah gunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab," terangnya. (HB/*)
0 Comments